<img class="an-image" src="http://3.bp.blogspot.com/- Wz6SIc_Zfng/Vi4Yj9DPKnI/AAAAAAAADN4/nY1_L9r4r_4/s1600/simple.png" />

Jumat, 10 Mei 2013

Persatuan dan kesatuan mulai pudar

Semangat persatuan dan kesatuan untuk memperjuangkan kemerdekaan hanya tinggal kenangan. Sejak Tanah Air lepas dari penjajahan, rasa tersebut mulai pudar. Tidak ada lagi semangat untuk "memerdekakan" bangsa Indonesia. Kemerdekaan hakiki setelah masa penjajahan adalah kesejahteraan dan kehidupan yang layak.
Sebaliknya, Indonesia seperti kembali ke zaman purbakala. Hukum rimba lebih dikedepankan ketimbang mempertahankan kebangkitan rasa, semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme. Kini, masyarakat mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya. Sehingga, rakyat kecil tidak pernah merasakan dan menerima haknya hidup di negara merdeka.
Individu kaya semakin berlimpah harta, sementara orang miskin kian merana dengan segala keterbatasannya. Sudah tidak terlihat rasa iba dengan sesama anak bangsa. Individu dan kelompok masyarakat kaya asyik dengan kegiatan yang menghambur-hamburkan uang. Sementara kaum miskin hanya bisa meratapi tanpa bisa merakan hal sama.
Sebagian besar kaum kaya juga dengan tega dan bengis merampok uang rakyat. Antara sadar dan tidak sadar, mereka memanfaatkan kewenangan merampok yang rakyat dengan korupsi. Tanpa rasa takut apa pun, mereka dengan santai membunuh hak hidup sejahtera, pendidikan, dan kesehatan kaum miskin.
Bukan hanya rasa yang hilang pada masa ini. Rasa persatuan dan kesatuan juga terkikis habis. Masyarakat mudah sekali dihasut untuk saling menyakiti. Budaya bentrok dan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan merupakan pilihan tunggal. Padahal, bentrok terjadi sesama anak bangsa yang hidup di bumi Indonesia.
Tragisnya, pemerintah dan aparat keamanan juga lemah menghadapi budaya seperti ini. Terkesan, bentrok antarwarga yang notaben masih saudara, seperti dibiarkan. Sama artinya bangsa Indonesia kembali ke zaman sebelum kebangkitan nasional tumbuh.
Begitu pula dengan rasa nasionalisme. Berkali-kali Indonesia mengalami gangguan kehormatan dan kedaulatan, namun para petinggi di negeri ini tidak merespons seperti para pahlawan. Para petinggi di negeri ini lebih memilih dipolomasi dan memaafkan negara pengganggu hanya demi keuntungan. Akibatnya, Indonesia tetap menjadi bulan-bulanan negara lain tanpa bisa berbuat atau bertindak.
Sikap nasionalisme seperti Iran dan Korea Utara (Korut) sudah punah di negeri ini. Nasionalisme sekadar ucapan, tanpa direalisasikan dengan tindakan. Berulang kali Indonesia dilecehkan Malaysia, berulang kali pula Indonesia memaafkannya. Berulang kali bangsa Indonesia diperlakukan keji di negara Arab, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar